Seorang anak perempuan sudah pasti
dekat dengan sosok ayahnya, termasuk aku.
Ayah Nurdin berasal dari Suku
Sunda, itu yang menjadikan berarti kenapa Nilai Bahasa Sunda ku selalu bagus (Iyalah.. tiap tugas Bahasa Sunda memaksa
Ayah untuk mengajari), jika ada kata yang lebih dari “Aku Bersyukur menjadi
anak Ayah” , pasti sudah ku pakai kata itu.
Biasanya saat kepergok ayah secara langsung melakukan
kesalahan, ayah nggak langsung marah,
ayah hanya berdehem “ekheemm” dengan efek efek batuk kecil, setelah itu kita
anak-anak ayah langsung sigap dan lari tunggang langgang.
Tahun 2005, kami anak anak ayah
tidak ada yang diperbolehkan menggunakan Handphone, karena menurut Ayah hal itu
banyak hal negatif nya. Tapi Javits adalah Javits si gadis keras kepala dan
selalu mau terlihat berbeda.
Sepulang sekolah siang itu aku
berjalan kaki menuju pulang, sembari asyik mengetik SMS melalui handphone, tiba
tiba berpapasan dengan Ayah di perjalanan, dann cukup dengan jurus “Ekheem”
nya, sontak membuatku kaget dan melemparkan handphone spontanitas ke jalanan. Tidak
sampai disitu, ternyata terpental ke Got kecil, no expression but afraid. Satu kalimat dalam hati teriak : “AYAAAAAAAAAAAAAAHHHHHHHHH
GRRRRRRRRRR”