Wednesday, March 19, 2014

Darel

Didalam penatnya dunia yang aku terima, semenjak selesai urusan sekolahku, belum juga selesai urusan sekolah tinggiku pun harus ku hentikan, aku memang tidak lagi punya kelakar, aku akhirnya berusaha untuk menyerah, dan gagal juga nyatanya, setelah ku pilah lagi lembaran hariku, akan ku ceritakan apada kalian tentang satu nama yang ternyata selaku hadir mengisi cahaya putih dalam abu-abunya guratan lukisan hidupku, Aku memanggilnya Darel, jangan tanyakan aku mengapa aku memanggilnya demikian, tapi  tanyakan aku mengapa aku menceritakan tentang dirinya dalam kisah otobiographi ku.
Aku sebenarnya tidak mencintainya secara tiba-tiba, perasaannya hadir ketika aku sudah kehilangan dia, dan setiap kehilangan baru aku paham kalau aku menyayanginya, atau lebih tepatnya tidak ingin dia pergi begitu saja.

Aku ingat, ketika kali pertama aku mengajak laki-laki untuk menemui keluargaku, meski tidak pernah berani aku perkenalkan kepada orang tuaku, aku hanya bisa memperkenalkannya hingga ke kakakku saja, cukup sampai disitu, itupun harus dengan pertimbangan yang amat panjang.
Dia, selalu tidak  bisa diam dan berlaku dewasa, dia juga terkadang tidak menjaga kata-katanya untuk sekedar tidak melukakakn perasaanku, dan aku selalu berusaha mengimbanginya, selalu ingin dapat frekuensi kita stabil, karna aku tidak ingin dia pergi, bukankah itu lebih baik dari hanya sekedar mencinta?

Dia setara denganku, dia kawan sekolah ku ketika aku masih menginjak sekolah menengah pertama..
dan menjadi yang pertama untuk aku paham mengenai hati, membedakan rasa, dan mengatur asa..

Ya, namanya Darel.. 

Tuesday, March 4, 2014

Titik Minus Derajat

Ketika aku harus mencoba menyaksikan ketidak sinkronisasi dari kehidupan yang terjadi di duniaku, memiliki kedua orang tua yang tidak sesuai penempatan yang pada umumnya, ketika semua yang terjadi begitu merumitkan akal sehatku, dan aku berada dalam titik minus, titik dimana aku aku sudah tidak lagi menganggap bahwa segala yang terjadi akan memiliki pesan tersendiri, aku hanya berusaha semampu mungkin menitip kekelaman yang dirasa dalam tenangnya rongga ruang lautan, kutitipkan dengan sepenuh kecemburuan pada apa yang terlihat.
Dengan nama Tuhan yang menjadi keyakinan dalam izzahku,

Yang Jelas kalian tidak akan pernah tahu tentang rumitnya asa yang sudah menukik memenatkan fikirku, benar katanya bahwa aku tidak memiliki pilihan lain, maka aku tetap bertahan, selalu bertahan dengan meninggalkan dunia bahagia yang aku punya, aku tetap bertahan meski nurani ku berontak hebat, tetap berdiam meski hati sudah bergemuruh memekakkan. Aku butuh ruang untuk mengulang kembali kepingan kehancuran hingga berada di titik melewati nol, titik minus derajat

Namaku Rasa, dan aku hanya ingin bercerita, terserah kalian akan katakan apa, aku hanya ingin berusaha meyakinkan kalau aku benar ada. Aku mungkin menjadi golongan yan paling abnormal di generasi setaraku,  karena aku sudah berhasil membuang lembut rasaku menjadi sekerasnya baja yang mendingin, aku sudah tidak lagi paham apa itu benar dan mana yang pura-pura terlihat benar, aku dibutakan oleh kekacauan yang terjadi di duniaku, lebih tepatnya, aku sudah tidak peduli lagi dengan hidupku, aku hanya ingin jalani saja, sampai tiba waktunya aku bahagia dan selesai  dengan urusan duniaku yang begitu membuatku seperti mati menjalaninya, membuatku meyakini bahwa di luar dunia ini mungkin lebih indah, karna dunia tidak ada indahnya sama sekali. mungkin bukan dunia, lebih pantasnya 'duniaku'.

-Titik Minus Derajat-

Rupanya ada juga tak biasanya

“Aishh… Sudah aku bilang bahwa tempatmu adalah menghamba padaku”, ujar si tampan kepada sang salju. Namun sang salju tak mendengarkan, karen...