Thursday, June 26, 2014

Ketika diriku mengenal-MU sebagai Al-Lathif, Arrahman, Arrahiim

Rintik hujan ikut menemani ketika aku menuliskan kisah ini secara perlahan, pikiranku kembali pada sore itu, saat perjalanku kembali ke kotaku setelah menjenguk adikku di asrama putri, aku menggunakan kereta ekonomi, awalnya biasa saja , bahkan sejak mula sesaknya masuk diantara penatnya keramaian para pengguna jasa kereta, hingga 4 stasiun kulewati lantas terdengan samar-samar jaja'an kecil dari kejauhan, ya ! benar benar kecil, karena penjualnya adalah anak-anak, namun meski dia menjajakan sesuatu yang dibawanya, mengapa aku tidak mendengarnya sebagai penawaran, melainkan sebuah rintihan pengungkapan, ah baiklah, mungkin aku yang berlebihan seharusnya aku tidak terlalu saja memikirkan apa yang menjadi alur skenario hidupnya, padahal aku masih punya banyak naskah hidup yang harus kutamatkan untuk ending yang baik pula.

Tapi ternyata nuraniku berfungsi juga, tak ayal lagi setelahnya ku amati dengan sedikit keragu-raguan, Yaa Hayyu ya Qayyum, Yaa Lathif, lembutkanlah perangaiku, lembutkanlah hati dan fikiranku, meski tidak dapat se-Lathif Engkau, setidaknya titipkanlah Lathif-Mu kepada wanita itu, wanita yang entah kenapa menghentakkan sikunya ke arah penjaja kecil itu, Yaa Rahman, pada kenyatanyannya Engkau mengasihiku banyak sekali, Engkau mengasihiku dengan krusdensi-Mu, bahkan Me-Rahim kan ku dengan tidak menjadikanku sebagai yang terbunuh (nurani dan fikirku), membuat aku begitu yakin bahwa orang tuaku begitu luar biasa, mungkin pernah aku tidak paham apa maksudnya, setelahnya.. akan kutitipkan hidupku dengan-Mu, sepenuhnya untuk menuju-Mu.. beriring dengan-Mu...

Yaa Lathif.. Yaa Rahmaan.. Yaa Rahimm..
Izinkan aku mampu menyertai-Mu..
Semampuku... sebisaku....

No comments:

Post a Comment

Rupanya ada juga tak biasanya

“Aishh… Sudah aku bilang bahwa tempatmu adalah menghamba padaku”, ujar si tampan kepada sang salju. Namun sang salju tak mendengarkan, karen...